“Teruskan. . . . Gawi kita balum tuntung”
Kata-kata yang diucapkan beliau sampai menjelang akhir hayatnya terus menerus memberi semangat kepada seluruh generasi muda di banua agar tetap berkarya dalam bidang apapun yang digeluti.
Bagi generasi sebelum tahun 2000, nama P.M.Noor terasa akrab ditelinga. Nama beliau diajarkan di sekolah mulai SD sampai SMA sebagai pencetus pembuatan proyek Sungai Barito yang salah satu gagasannya adalah pembangunan PLTA Riam Kanan. Entahlah generasi muda sekarang apakah masih diajarkan gurunya mengenai tokoh besar Kalimantan yang satu ini.
Pangeran.M.Noor dilahirkan 24 Juni 1901 di Martapura, Kalimantan Selatan dari keluarga bangsawan Banjar. Setelah lulus HIS (1917) ia belajar di MULO (1921), ke HBS (1923), kemudian masuk sekolah teknik tinggi di Bandung dan berhasil meraih gelar Insinyur pada tahun 1927, setahun setelah Ir. Soekarno (presiden RI pertama).
Disamping jabatan insinyurnya pada biro pengairan, ia juga anggota Badan Persiapan Kemerdekaan RI, dan setelah Indonesia merdeka diangkat sebagai Gubernur Kalimantan yang pertama. Dalam aksi gerilya bersenjata ia mendirikan pasukan M.N.1001 yang beroperasi di Kalimantan Selatan pada tahun 1945 – 1949 bersamaan dengan Tjilik Riwut di Kalimantan Tengah.
Sebagai seorang ilmuan beliau diangkat menjadi Menteri Pekerjaan Umum (1956-1957) pada Kabinet Ali Sastromijoyo. Ketika itulah membuat gagasan ‘Proyek Sungai Barito’ yang berhasil merealisasikan pembangunan PLTA Riam Kanan dan pengerukan ambang Barito, sekarang PLTA itu diabadikan memakai nama beliau menjadi PLTA P.M.Noor.
Menjelang akhir hayatnya beliau terbaring lemah di RS. Pelni Jakarta, tetapi semangat beliau untuk membicarakan pembangunan di Kalimantan Selatan tak pernah surut. Setiap ada tamu yang berkunjung beliau masih saja bertukar pikiran mengenai pembangunan di banua. Bagi beliau pembangunan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat adalah identik dengan kehidupannya. Ia akan berhenti berpikir dan berbicara akan hal itu (pembangunan) bilamana otak dan nafasnya sudah berhenti. Saat hari-hari akhir masa hidupnya dengan kondisi tubuh yang sudah mulai menurun, PM Noor berkata, “Teruskan . . . Gawi kita balum tuntung“
Akhirnya, dengan ketetapan Allah Yang Maha Kuasa, Mohamad Noor, dipanggil-Nya dalam usia 78 tahun pada 15 Januari 1979. Dimakamkan disamping istri tercinta ibunda Gusti Aminah yang sudah mendahuluinya di TPU Karet Jakarta.
Untuk generasi muda ABG, MTV, dan lain sebagainya, inilah tokoh dari banua kita, jangan hanya menghapal pelajaran tentang tokoh luar daerah saja. Sudah seharusnya Pemprop Kalsel memasukkan riwayat hidup beliau dalam kurikulum muatan lokal agar generasi muda sekarang tetap mewarisi semangat juang beliau.
sumber: http://kerajaanbanjar.wordpress.com/2007/03/02/ir-pangeran-mohamad-noor/
Comments
Post a Comment