VIVAnews - Perusahaan
elektronik asal Belanda, Philips mengembangkan lampu dengan konsep
baru. Mereka menggunakan bakteri sebagai sumber pencahayaan alami.
Konsep yang disebut 'lampu bio' ini memanfaatkan cahaya yang dihasilkan oleh organisme yang bisa menghasilkan cahaya seperti yang bisa dihasilkan oleh kunang-kunang. Proyek ini merupakan bagian dari proyek Philips yang menginginkan 'integrasi siklus ekosistem' dalam rumah tangga, dimana sampah didaur ulang untuk menghadapi isu keberlanjutan.
Sebenarnya, cahaya dari organisme ini dihasilkan oleh reaksi kimia dimana enzim yang disebut luciferase berinteraksi dengan molekul pemancar cahaya yang disebut luciferin.
Lampu-bio ini berbentuk seperti toples yang diletakkan di frame yang terbuat dari besi. Isi toples-toples itu adalah bakteri yang bisa mengeluarkan cahaya hijau saat makan gas metana. Sebuah tabung silikon disalurkan dari toples-toples ini ke limbah pencernaan rumah tangga.
Dengan teknik ini, Philips berusaha membantu mendaur ulang energi yang dikonsumsi dalam rumah tangga.
"Perancang memiliki kewajiban untuk mencari solusi teknologi dengan menggunakan energi sesedikit mungkin dan taanpa polusi," kata Direktur Senior Desain dan Inovasi Philips, Clive van Heerden sebagaimana dikutip laman CNN.
"Kita perlu mendorong diri untuk memikirkan kembali, bagaimana rumah tangga mengonsumsi energi dan bagaimana seluruh masyarakat bisa menarik sumber daya mereka," kata van Heerden.
Sementara itu, Jim Haseloff, ahli tanaman dari Universitas Cambridge, Inggris mengatakan lampu-bio sebagai ide yang kreatif.
"Ini menarik, sebab menyatukan dua hal yang tidak akan Anda bayangkan," kata Haseloff.
"Saya tidak berfikir Anda ingin membayangkan bahwa semua orang akan mulai menempatkan budaya bakteri ke dalam rumah untuk penerangan, tetapi sebagai cara untuk mengeksplorasi ide itu cukup menarik," tambahnya.
Menurut Haselof, Ini merupakan jembatan yang lebih luas untuk mengembangkan teknologi berkelanjutan. Namun demikian, dia tidak memandang teknologi ini akan bersaing dengan LED dan teknolobi lampu rendah energi di masa depan.
Philips membayangkan aplikasi lampu bio, mungkin menggunakan tanaman yang bisa mengeluarkan bersinar untuk menerangi tepi jalan.
Selain penerangan, konsep ini juga bisa dikembangkan untuk indikator diagnostik tingkat polusi atau bahkan sebagai biosensor untuk monitoring penyakit seperti diabetes.
Namun, Philips mengatakan lampu bio akan lebih cocok untuk lampu hiasan daripada untuk pencahayaan fungsional.
Konsep yang disebut 'lampu bio' ini memanfaatkan cahaya yang dihasilkan oleh organisme yang bisa menghasilkan cahaya seperti yang bisa dihasilkan oleh kunang-kunang. Proyek ini merupakan bagian dari proyek Philips yang menginginkan 'integrasi siklus ekosistem' dalam rumah tangga, dimana sampah didaur ulang untuk menghadapi isu keberlanjutan.
Sebenarnya, cahaya dari organisme ini dihasilkan oleh reaksi kimia dimana enzim yang disebut luciferase berinteraksi dengan molekul pemancar cahaya yang disebut luciferin.
Lampu-bio ini berbentuk seperti toples yang diletakkan di frame yang terbuat dari besi. Isi toples-toples itu adalah bakteri yang bisa mengeluarkan cahaya hijau saat makan gas metana. Sebuah tabung silikon disalurkan dari toples-toples ini ke limbah pencernaan rumah tangga.
Dengan teknik ini, Philips berusaha membantu mendaur ulang energi yang dikonsumsi dalam rumah tangga.
"Perancang memiliki kewajiban untuk mencari solusi teknologi dengan menggunakan energi sesedikit mungkin dan taanpa polusi," kata Direktur Senior Desain dan Inovasi Philips, Clive van Heerden sebagaimana dikutip laman CNN.
"Kita perlu mendorong diri untuk memikirkan kembali, bagaimana rumah tangga mengonsumsi energi dan bagaimana seluruh masyarakat bisa menarik sumber daya mereka," kata van Heerden.
Sementara itu, Jim Haseloff, ahli tanaman dari Universitas Cambridge, Inggris mengatakan lampu-bio sebagai ide yang kreatif.
"Ini menarik, sebab menyatukan dua hal yang tidak akan Anda bayangkan," kata Haseloff.
"Saya tidak berfikir Anda ingin membayangkan bahwa semua orang akan mulai menempatkan budaya bakteri ke dalam rumah untuk penerangan, tetapi sebagai cara untuk mengeksplorasi ide itu cukup menarik," tambahnya.
Menurut Haselof, Ini merupakan jembatan yang lebih luas untuk mengembangkan teknologi berkelanjutan. Namun demikian, dia tidak memandang teknologi ini akan bersaing dengan LED dan teknolobi lampu rendah energi di masa depan.
Philips membayangkan aplikasi lampu bio, mungkin menggunakan tanaman yang bisa mengeluarkan bersinar untuk menerangi tepi jalan.
Selain penerangan, konsep ini juga bisa dikembangkan untuk indikator diagnostik tingkat polusi atau bahkan sebagai biosensor untuk monitoring penyakit seperti diabetes.
Namun, Philips mengatakan lampu bio akan lebih cocok untuk lampu hiasan daripada untuk pencahayaan fungsional.
Comments
Post a Comment